Insane
...menanamkan akidah dan syariat sangat memperhatikan kondisi masyarakat. Kata ‘’salat” diganti dengan ‘’sembahyang” (asalnya: sembah dan hyang). Tempat ibadah tidak dinamai musala, tapi ”langgar”, mirip kata sanggar. Penuntut ilmu disebut santri, berasal dari shastri –orang yang tahu buku suci agama Hindu. Siapa pun, bangsawan atau rakyat jelata, bisanyantri pada Raden Rahmat. Meski menganut mazhab Hanafi, Raden Rahmat sangat toleranpada penganut mazhab lain. Santrinya dibebaskan ikut mazhab apa saja. Dengan cara pandang netral itu, pendidikan di Ampel mendapat simpati kalangan luas. Dari sinilah sebutan ”Sunan Ampel” mulai populer. Ajarannya yang terkenal adalah falsafah ”MohLimo”. Artinya: tidak melakukan lima hal tercela. Yakni moh main (tidak mau judi), mohngombe (tidak mau mabuk), moh maling (tidak mau mencuri), moh madat (tidak mau mengisap candu), dan moh madon (tidak mau berzina). Falsafah ini sejalan dengan problem kemerosotan moral warga yang dikeluhkan Sri Kertawijaya. Sunan Ampel sangat memperhatikan kaderisasi. Buktinya, dari sekian putra dan santrinya, ada yang kemudian menjadi tokoh Islam terkemuka. Dari perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila, menurut satu versi, Sunan Ampel dikaruniai enam anak. Duadi antaranya juga menjadi wali, yaitu Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) dan Sunan Drajat (Raden Qosim). Seorang putrinya, Asyikah, ia nikahkan dengan muridnya, Raden Patah, yang kelak menjadi sultan pertama Demak. Dua putrinya dari istri yang lain, Nyai Karimah, ia nikahkan dengan dua muridnya yang juga wali. Yakni Dewi Murtasiah, diperistri Sunan Giri, dan Dewi Mursimah, yang dinikahkan dengan Sunan Kalijaga. Sunan Ampel biasa berbeda pendapat dengan putra dan murid-mantunya yang jugapara wali. Dalam hal menyikapi adat, Sunan Ampel lebih puritan ketimbang Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga pernah menawarkan untuk mengislamkan adat sesaji, selamatan, wayang, dan gamelan. Sunan Ampel menolak halus. ”Apakah tidak khawatir kelak adat itu akan dianggap berasal dari Islam?” kata Sunan Ampel. ”Nanti bisa bidah, dan Islam tak murnilagi.” Pandangan Sunan Ampel didukung Sunan Giri dan Sunan Drajat. Sementara Sunan Kudus dan Sunan Bonang menyetujui Sunan Kalijaga. Sunan Kudus membuat dua kategori: adat yang bisa dimasuki Islam, dan yang sama sekali tidak. Ini mirip dengan perdebatan dalam ushul fiqih: apakah adat bisa dijadikan sumber hukum Islam atau tidak. Meski demikian, perbedaan itu tidak mengganggu silaturahmiantarpara wali. Sunan Ampel memang dikenalbijak mengelola perbedaan pendapat. Karena itu, sepeninggal Maulana Malik Ibrahim, ia diangkat menjadi sesepuh Wali Songo dan mufti (juru fatwa) se-tanah Jawa. Menurut satu versi, Sunan Ampel-lah yang memprakarsai pembentukan Dewan Wali Songo, sebagai strategi menyelamatkan dakwah Islam di tengah kemelut politik Majapahit. Namun, mengenai tanggal wafatnya, tak ada bukti sejarah yang pasti. Sumber-sumber tradisional memberi titimangsa yang berbeda. Babad Gresik menyebutkan tahun 1481, dengan candrasengkala ”Ngulama Ampel Seda Masjid”. Cerita tutur menyebutkan, beliau wafat saat sujud di masjid. Serat Kandaedisi Brandes menyatakan tahun 1406. Sumber lain menunjuk tahun 1478, setahun setelah berdirinya Masjid Demak. Ia dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, di areal seluas 1.000 meter persegi, bersama ratusan santrinya. Kompleks makam tersebut dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih. Setiap hari, penziarah ke makam Sunan Ampel rata-rata 1.000 orang, dari berbagai pelosok Tanah Air. Jumlahnya bertambah pada acara ritual tertentu, seperti saat Haul Agung Sunan Ampel ke-552, awal November lalu. Pengunjungnya membludak sampai 10.000 orang. Kalau makam Maulana Malik Ibrahim sepi penziarah di bulan Ramadhan, makam Sunan Ampel justru makin ramai 24 jam padabulan puasa
back to walisongo

next sunan bonang >>
[HOME]
Pilih bahasa :